Rabu, 27 Februari 2013

Kas Daerah Aceh Bocor Rp 33,5 Miliar


       Pemerintah Aceh hingga saat ini belum dapat mempertanggungjawabkan kebocoran kas daerah sebesar Rp 33,580 miliar. Kebocoran kas daerah terungkap dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang menemukan adanya selisih sebesar Rp 33.580.463.284,43 antara penerimaan dan pengeluaran dalam kas daerah Aceh.
    Kepala Bagian Hubungan Masyarakat BPK Perwakilan Aceh, Rizaldi, Minggu (24/2/2013), mengungkapkan, temuan mengenai selisih kurang pada kas daerah Aceh yang tak bisa dipertanggungjawabkann tersebut terangkum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK tahun 2012atas laporan keuangan Pemerintah Aceh 2011.
        Terkait temuan tersebut, BPK Aceh telah menyampaikannya kepada Gubernur Aceh dan Ketua DPR Aceh untuk menelusurinya. " Namun, sampai saat ini belum ada penjelasan yang disampaikan oleh Gubernur Aceh kepada BPK mengenai selisih kurang kas daerah Rp 33,5 miliar itu," kata dia.
Dalam LHP, BPK juga merekomendasikan agar Gubernur Aceh memerintakan kuasa bendahara umum anggaran (BUA) mempertanggungjawabkan selisih kurang kas sebesar Rp 33.580.463.284. BPK juga meminta Gubernur Aceh memerintahkan Tim Penyelesaian Kerugian Daerah (TPK D) atau Majelis Pertimbangan untuk menagih kepada Kuasa Bendahara Umum Anggaran (BUA) Aceh atau pihak-pihak lain yang harus bertanggung jawab atas selisih kurang kas pada unit kas daerah sebesar Rp33.580.463.284,43 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
         "Sampai saat ini kami belum mendapatkan hasilnya. Jika memang tak ada pertanggungjawaban, tak ada jalan lain, ini harus ditindaklanjuti aparat penegak hukum," kata dia.
Laporan kas daerah Aceh per 31 Desember 2011 menyebutkan, total penerimaan Aceh sebesar Rp 8.925.624.050.508,23, sedangkan pengeluaran sebesar Rp 7.385.582.678.923,50. Dengan demikian, terdapat saldo dalam buku kas umum kas daerah Aceh sebesar Rp 1.540.041.371.644,73. Saldo tersebut disimpan di sejumlah bank pemerintah di antaranya, Bank Aceh, Bank Mandiri, BNI 46, BRI, Bank Syariah Mandiri, dan Bank Bukopin. Namun, saldo kas dan bank setelah penyesuaian, yang tercatat hanya 1.506.460.908.360,30, atau terdapat selisih Rp Rp 33.580.463.284,43.
         "Selisih saldo kas itu yang tak bisa dijelaskan oleh Pemerintah Aceh sampai sekarang," ujar Rizaldi.  
Koordinator Gerakan Antikorupsi (Gerak) Aceh, Askhalani, mengatakan, pada bulan Maret 2013 ini Gerak Aceh akan melaporkan kasus kebocoran anggaran Rp 33,5 miliar dalam kas daerah Aceh ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). " Rasanya kalau ke kepolisian dan kejaksaan di Aceh kasus ini tak akan jalan. Karena itu, kami berharap KPK nantinya mengusut dengan tuntas," kata dia.
          Dari hasil penelaahan sementara yang dilakukan Gerak Aceh, kebocoran kas daerah ini terkait dengan permainan dalam pelaporan upah pungutan pajak dan bunga bank yang diperoleh dari penyimpanan kas daerah tersebut di sejumlah bank pemerintah. " Kami melihat, pelaporan atas penerimaan daerah yang sebesar Rp 1,8 triliun pada saat itu tak sesuai prosedur. Ini bentuk permainan terhadappendapatan asli daerah (PAD) Aceh dari pajak kendaraan, retribusi, dan lain sebagainya, yang dari tahun ke tahun ditetapkan hampir sama," ungkap Askhalani.
       Pemerintah Aceh, lanjut dia, terkesan sengaja tak menindaklanjuti temuan BPK tersebut. Inspektorat Aceh yang bertugas menelusuri kecoboran tersebut tak pernah memberikan laporan. Terlebih, kepala inspektoratnya saat ini adalah pejabat baru. "Kami tak melihat adanya itikad dari Pemerintah Aceh untuk menindaklanjutinya," tandas dia. 
             Bisa kita ambil pelajaran dari kejadian diatas bahwa kinerja akuntan sebagai pembuat laporan keuangan sekaligus menyecek laporan keuangan memiliki adil penting dalam hal ini. Dalam hal ini terutama menuntut akuntan untuk lebih profesional dalam melaksanakan tugasnya. Dan juga akuntan harus memiliki nilai kejujuran yang tinggi. Karena apabila hal ini ditinggalkan oleh para akuntan maka yang terjadi adalah seperti diatas yaitu bocornya anggaran. Yang nantinya akan lebih berdampak menyeluruh kepada banyak pihak. Contohnya saja dengan terjadinya kejadian diatas maka pemerintah akan sulit untuk melaksanakan tugasnya karena terkendalanya anggaran.Dan untuk masyarakat akan ber-Impact bahwa masyarakat akan sulit percaya lagi kepada pemerintah.Nah..nanti kalo sudah begini,Kejujuran langka maka yang sudah rusaklah tatanan kehidupan di dunia ini karena tidak ada lagi yang dapat dipercaya.Jadi sudah sepatutnya kita sebagai akuntan harus memulai nilai-nilai kejujuran itu dalam masyarakat agar nantinya kehidupan ini dapat terjaga.Karena bagaimana pun juga akuntan memiliki adil yang sangat penting dalam penerapan nilai kejujuran dalam berbagai aspek kehidupan.
Sumber:www.kompas.com/25 febuari 2013  
Editor 1:Rusdi Amral
Editor 2:Zahid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar